Selasa, 20 Desember 2011

Potret mahasiswa yang bertindak anarkis

Rabu, 21-12-2011   RSS Feed



Rusuh Mahasiswa di Makassar: Berawal Saling Dendam Dan Saling Tidak Menghargai


Rusuh Mahasiswa di Makassar: Berawal Saling Dendam Dan Saling Tidak Menghargai Demo mahasiswa di Makassar pada hari Kamis dan Jumat (5/3/2010) berakhir rusuh dan anarkis. Hal ini dipicu oleh tindakan sejumlah polisi dan warga yang melakukan perusakan terhadap sekretariat HMI pada hari Kamis (4/3/2010). Insiden itu sebelumnya disebabkan karena diawali adanya penyerangan mahasiswa terhadap kantor Polsek Ujungpandang. Aksi itu didominasi perlawanan mahasiswa terhadap polisi dan simbol-simbolnya. Bahkan selanjutnya kerusuhan itu meluas menjadi pertarungan horisontal antara warga dan mahasiswa. Bila timbul suatu masalah pelik, pasti akan timbul berbagai spekulasi penyebab seperti pengalihan isu, ditunggangi atau konspirasi tingkat tinggi. Namun tampaknya fenomena baru ini tampaknya terjadi diawali karena saling dendam dan saling tidak menghargai.
Tindakan anarkis mahasiswa pun tidak terelakkan lagi. Bahkan sebagian kalangan seakan tidak percaya bahwa tindakan itu dilakukan oleh mahasiswa sebagai insan intelektual. Bayangkan terlihat dengan ganas dan liarnya para mahasiswa melempari dan merusak berbagai kantor polisi. Bukan hanya itu sebagian mahasiswa merusak fasilitas umum seperti rambu lalulintas, lampu lalu lintas, beton pembatas jalan dicopot dibuang di tengah jalan. Tindakan brutal lainnya sekelompok mahasiswa menyandera mobil plat merah dan mobil polisi, dengan menginjak-injak, memecah kaca bahkan berusaha untuk menggulingkannya. Tindakan yang sulit diterima akal sehat dalam negara yang berdaulat, ketika mahasiswa melakukan sweeping di jalanan terhadap polisi yang lewat di jalanan. Hal yang lebih memiriskan ketika mahasiswa menutup jalan, suatu ketika sebuah mobil ambulans dengan lampu menyala menerobos barikade mahasiswa. Spontan para mahasiswa menjadi beringas. Melempari ambulans tersebut sehingga kaca belakangnya pecah. Hal ini sangat patut disayangkan, karena apapun alasannya, meski dalam keadaan perangpun, tidak boleh ada yang menghalangi ambulans bahkan sampai melemparinya.
Bentrokan hebat kembali meletus antara polisi dan mahasiswa Makassar. Kali ini melibatkan mahasiswa dari Universitas Negeri Makassar (UNM). Polisi bahkan sampai mengejar para mahasiswa hingga ke dalam kampus mereka. Informasi sementara menyebutkan, bentrokan tersebut terjadi sekitar pukul 15.50 Wita, Jumat (5/3/2010). Peristiwa itu diawali aksi unjuk rasa mahasiswa UNM di depan kampus mereka Jl AP Pettarani, Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel). Namun dalam aksinya, para mahasiswa menyandera sebuah mobil patroli polisi. Hal tersebut memancing aparat kepolisian setempat mengambil tindakan tegas. Polisi bahkan mengejar para mahasiswa hingga ke dalam kampus UNM. Sebuah mobil di dalam kampus tersebut terlihat rusak. Belum jelas siapa pelaku perusakan kendaraan tersebut.
Rusuh antara warga dan mahasiswa di Makassar, Sulsel, masih berlangsung dalam dua hari itu. Mereka terlibat aksi saling lempar bom molotov. Dua massa itu, baik warga maupun mahasiswa, terlihat memegang bom molotov. Selain melemparkan batu dan balok kayu, saling lempar bom molotov pun terjadi.  Ratusan warga kini telah menguasai jalan depan kampus Universitas Negeri Makassar (UNM) di Jl Andi Pettarani dan Jl Raya Pendidikan. Mahasiswa pun terdesak dan berlari masuk ke dalam kampus. Meski telah berada di dalam kampus, ‘pertarungan' antara dua massa tidak juga berhenti. Saling lempar batu dibatasi dengan pagar kampus. Karena mahasiswa bertahan dan melempar dari dalam kampus, sejumlah fasilitas kampus pun rusak. Kaca jendela Koperasi Mahasiswa pun hancur lebur. Sementara itu, Kapolda Sulselbar Irjen Adang Rohyana menggelar rapat di Rektorat  bersama para petinggi kampus.
Perseteruan dan rusuh antara mahasiswa, masyarakat dan polisi ini akan semakin meluas dan tidak terkendali bila semua pihak tidak bisa menahan diri. Tindakan rusuh yang awalnya bersifat lokal ini berpotensi meluas ke seluruh Indonesia yang mempertaruhkan keamanan yang imbasnya rakyat juga yang dirugikan.
Dalam keadaan yang tidak menentu ini, mungkin langkah bijak yang harus dilakukan bukan saling menyalahkan. Bila itu dilakukan maka semua pihak khususnya mahasiswa, polisi dan masyarakat pasti akan berkata paling benar dan pasti akan menuding pihak lain yang salah. Dalam keadaan seperti ini pasti akan timbul berbagai macam kecurigaan. Polisi pasti akan mencurigai aksi mahasiswa ditunggangi, adanya provokator dan rekayasa anarkisme. Sedangkan pihak mahasiswa tidak kalah garang bahwa menuduh bahwa masyarakat dibayar polisi, dibina polisi, pengalihan isu, konspirasi tingkat tinggi dan berbagai kecurigaan lainnya.
Sebaiknya semua pihak harus instrospeksi diri dengan bijak. Polisi harus lebih mawas diri , sebagai pengayom masyarakat bahwa mahasiswa termasuk kelompok masyarakat yang harus dilindungi. Mahasiswapun harus didominasi nalar intelektual dalam berpikir dan bertindak. Bukan mengedepankan darah muda dan mengabaikan rasio intelektual dengan bertindak tidak cerdas yang cenderung anarkis.
Berpikir Rasional
Bila semua pihak berpikir rasional dan kepala dingin maka semua kecurigaan dan pikiran negatif itu akan semakin menjauh. Kecurigaan terhadap sesuatu boleh saja terjadi, tetapi jangan berlebihan. Kecurigaan seperti pengalihan isu sosial century adalah kecurigaan yang kurang mendekati rasio seorang intelek. Kalaupun ada skenario pengalihan isu, maka sutradaranya pasti adalah sangat tidak pintar. Karena, bila itu dilakukan maka kerugiannya sangat besar dibandingkan manfaatnya. Bayangkan bila tujuan pengalihan itu tercapai hanya bersifat sementara, namun taruhannya kekacauan akan meluas ke seluruh pelosok negeri yang akan mengancam kredibilitas penguasa. Justru kecurigaan bersama terhadap pihak ke tiga atau provokator boleh dikedepankan, karena berbagai pihak dapat memancing keuntungan di tengah kekeruhan situasi.
Pikiran positif harus diciptakan semua pihak. Pikiran positif pihak mahasiswa harus diciptakan untuk menjadi lebik bijak. Bahwa polisi adalah aparat yang tidak mementingkan kepentingan politik, mereka hanya sekedar berorientasi melancarkan hambatan yang menganggu keamanan dan ketertiban umum. Mahasiswa juga harus sadar bahwa polisi adalah profesional yang diciptakan untuk menghargai simbol-simbol korpsnya secara mutlak. Simbol kebanggaan korps seperti bendera atau markas harus dijaga dengan darah dan nyawa. Bila simbol kebanggan korps seperti markas mereka diserang maka akan meningkatkan adrenalinnya untuk melakukan tindakan yang diluar rasio akal sehat seorang sipil. Demikian juga polisi harus menyadari bahwa mahasiswa adalah seorang intelektual idealis dengan tingkat emosi, rasio dan kebijakan yang belum matang. Bila simbol kesetiakawanan dan perjuangan mereka terusik seperti penyerangan markas HMI maka semua yang bernama mahasiswa di seluruh negeri pasti akan mendidih darahnya. Sehingga apabila oknum mahasiswa dan oknum polisi melakukan hal itu, semua harus menahan diri. Tindakan oknum mahasiswa menyerang pos polisi tidak mewakili tindakan mahasiswa pada umumnya. Sebaliknya tindakan polisi menyerang markas HMI tidak mewakili korps polisi secara keseluruhan.
Semua pihak harus dengan akal sehat dan niat baik untuk meredam saling kecurigaan yang ada dalam panasnya belahan otak smahasiswa atau dan mendidihnya darah korps polisi. Polisi harus maklum mahasiswa marah karena markas HMI dihancurkan. Mahasiswapun harus sadar bahwa polisi bertindak brutal karena markasnya sebelumnya didahului diserang mahasiswa. Demikian juga mahasiswa harus maklum bahwa mengapa masyarakat bertindak antipati terhadap mereka, karena selama ini masyarakat sudah sangat terganggu oleh aksi tutup jalan dan tindak anarkis mahasiswa. Setiap pihak tidak boleh memaksakan pihak lain untuk supaya mentoleransi tindakannya. Semua pihak harus saling menghargai tugas dan pekerjaannya masing-masing. Polisi harus dihargai dalam tugasnya mengamankan ketertiban dan kemanan masyarakat khusunya menghadapi demonstrasi yang tidak tertib. Sedangkan polisi juga harus menghargai tugas alamiah mahasiswa sebagai wakil rakyat untuk berdemokrasi di jalanan. Demikian juga mahasiswa juga harus menghargai hak masyarakat untuk melakukan kegiatan sehari-hari untuk mencari nafkah dan beraktifitas. Mahasiswa harus sadar bahwa begitu mereka menutup jalan maka kerugian masyarakat yang terjadi sangat besar baik kerugian waktu dan kerugian ekonomi.
Meredam dendam itu bukan berarti harus dengan melegalkan serangan mahasiswa terhadap polisi dan meghalalkan anarkisme mahasiswa terhadap pos polisi. Tetapi harus saling introspeksi mengapa semua aksi itu terjadi. Semua aksi itu akan terjadi karena adanya kronologis peristiwa yang mengusik masing-masing pihak. Langkah awal yang pasti harus dilakukan mahasiswa, masyarakat dan polisi untuk menahan diri dan berpikir logis. Sebaiknya mahasiswa menahan diri untuk menutup jalan atau mengacau ketertiban umum. Sedangkan polisi harus mengutamakan tindakan persuasif. Tindakan selanjutnya setelah suasana dingin, semua perilaku yang melanggar hukum baik mahasiswa dan polisi harus diproses secara hukum secara tranparan dan terbuka. Bila ini semua dilakukan dengan elegan maka tidak akan ada lagi tindakan anarkis mahasiswa dan tindakan represif polisi. Pelajaran penting yang utama adalah bahwa dendam dan saling tidak menghormati sesamanya adalah akar dari permasalahan itu sehingga semua jadi meruncing. Jangan sampai mahasiswa ingin membantu memperbaiki masalah bangsa tetapi hanya menambah masalah baru. Jangan sampai mahasiswa ingin memperjuangkan rakyat tapi justru akan dimusuhi rakyat yang sedang diperjuangkannya. Semua peristiwa buruk yang terjadi adalah sebagai pembelajaran berdemokrasi yang lebih baik dan berbudaya di masa depan dengan selalu mengikuti norma dan aturan yang sudah disepakati bersama oleh seluruh bangsa ini.
Bravo mahasiswa, selamat berjuang dengan cerdas dan intelektualitas yang tinggi. Bravo polisi, selamat bertugas dengan profesionalitas yang tinggi dan mengutamakan pengayoman masyarakat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar